Category: Virus

  • Kemenkes Catat 88 Kasus Mpox (Cacar Monyet): Berikut Varian yang Merebak di Indonesia

    Cacar Monyet,Cacar Monyet MPOX,Monkey Pox,Kemenkes,Cacar,Kesehatan,Virus,Cacar Monyet di indonesia,Cacar Monyet Seperti Apa,Cacar Monyet Adalah,Cacar Monyet Gejala,Cacar Monyet 2024,Cacar Monyet Kemenkes,Cacar Monyet Ciri Ciri,Kasus Cacar Monyet,Ciri Ciri Cacar Monyet,Bentuk Cacar Monyet,Obat Cacar Monyet,Penyebab Cacar Monyet,Virus Cacar Monyet,Gejala Cacar Monyet,Apa Itu Cacar Monyet
    Mpox di RI (Foto: AP/Martin Mejia)
    SAFAHAD Technology – Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) mengumumkan data kasus konfirmasi Mpox atau cacar monyet terbaru di Indonesia. Hingga Sabtu (17/8/2024), terdapat 88 kasus konfirmasi Mpox.

    Kasus paling banyak tercatat di DKI Jakarta sebanyak 59 kasus konfirmasi. Kemudian diikuti Jawa Barat 13 kasus konfirmasi, Banten 9 konfirmasi, Jawa Timur 3 konfirmasi, Daerah Istimewa Yogyakarta 3 konfirmasi, dan Kepulauan Riau 1 konfirmasi.

    Dari jumlah tersebut, sebanyak 87 kasus telah dinyatakan sembuh. Jika dilihat tren mingguan kasus konfirmasi Mpox di Indonesia dari tahun 2022 hingga 2024, periode dengan kasus terbanyak terjadi pada Oktober 2023.




    Plh Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes RI dr Yudhi Pramono, MARS, mengatakan dari 88 kasus yang dikonfirmasi, sebanyak 54 kasus memenuhi kriteria untuk dilakukan whole genome sequencing (WGS) guna mengetahui varian virusnya.

    “Dari 54 kasus ini seluruhnya varian Clade IIB. Clade II ini mayoritas menyebarkan wabah Mpox pada Tahun 2022 hingga saat ini dengan fatalitas lebih rendah dan ditularkan sebagian besar dari kontak seksual,” ujar dr Yudhi pada konferensi pers Perkembangan Kasus Mpox di Indonesia, Minggu (18/8/2024).

    Terdapat dua Clade Mpox virus, yakni Clade I berasal dari Afrika Tengah (Congo Basin) dengan subclade 1a. Subclade 1a ini memiliki case fatality rate (CFR) lebih tinggi daripada clade lain dan ditularkan melalui beberapa mode transmisi. Sementara itu, subclade 1b ditularkan sebagian besar dari kontak seksual dengan CFR 11 persen.

    Baca Selengkapnya, Pages/Halaman 2

    Berbeda dengan Clade I, Clade II berasal dari di Afrika Barat dengan subclade IIa dan IIb dengan CFR 3,6 persen. Clade II memiliki CFR rendah dengan kasus sebagian besar berasal dari kontak seksual pada saat wabah pada 2022.

    Dr dr Prasetyadi Mawardi, SPKK(K), dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI) mengatakan, varian Mpox Clade I, baik 1a maupun 1b, belum terdeteksi di Indonesia. Sejak 2022 hingga saat ini, varian yang ditemukan di Indonesia adalah varian Clade II.

    “Clade I memang menurut refleksi angka fatalitas rate nya relatif lebih tinggi dibanding Clade II, terus kemudian varian ini biasanya disebabkan oleh close contact (kontak erat), tidak melulu seksual kontak,” ucapnya.

    Sebagai upaya pencegahan, Kemenkes telah melakukan surveilans di seluruh fasilitas kesehatan, melakukan penyelidikan epidemiologi bersama komunitas dan mitra HIV-AIDS, menetapkan 12 laboratorium rujukan secara nasional untuk pemeriksaan Mpox, serta melakukan pemeriksaan WGS.

    Untuk obat-obatan, Kemenkes sudah menyiapkan pemberian terapi simtomatis, tergantung derajat keparahan kasus. Pasien dengan gejala ringan dapat melakukan isolasi mandiri di rumah dengan pengawasan dari puskesmas setempat, sedangkan pasien dengan gejala berat harus dirawat di rumah sakit.

    Kontributor: Abdul Hamid
    Sumber: https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-7496781/kemenkes-catat-88-kasus-mpox-cacar-monyet-ini-varian-yang-merebak-di-ri
  • Apa Itu Virus Oropouche yang Mewabah di Brasil? Berikut Gejala yang Perlu Diketahui

    Virus Oropouche,Wabah,Virus,Brasil,Penyakit,Lalat,Nyamuk,Kesehatan,Health Tips,Healthy Lifestyle Tips,Brasil,International,Apa Itu Virus Oropouche yang Mewabah di Brasil,Gejala Virus Oropouche
    Foto: REUTERS/Josue Decavele/Virus Oropouche bisa ditularkan ke manusia dari lalat dan nyamuk yang terinfeksi
    SAFAHAD TechnologyVirus Oropouche kini menjadi perhatian publik setelah Kementerian Kesehatan Brasil melaporkan kasus kematian pertama terkait virus ini. Virus Oropouche dapat ditularkan kepada manusia melalui gigitan lalat dan nyamuk yang terinfeksi.

    Kematian akibat virus ini dilaporkan terjadi pada dua wanita di negara bagian Bahia, Timur Laut Brasil. Menurut pernyataan kementerian, “(Para wanita tersebut) berusia di bawah 30 tahun, tanpa penyakit penyerta, namun memiliki tanda dan gejala yang mirip dengan kasus demam berdarah yang parah,” seperti dikutip dari Al Arabiya News.

    Pada tahun 2024, lebih dari 7.000 kasus virus Oropouche telah dicatat oleh Kementerian Kesehatan Brasil. Sebagian besar laporan mengenai virus ini berasal dari dua wilayah utama: negara bagian Amazonas dan Rondonia.

    Sejarah Penemuan Virus Oropouche

    Meskipun belum banyak dikenal luas, virus Oropouche pertama kali teridentifikasi pada tahun 1955.




    Penemuan ini bermula ketika seorang pekerja hutan mengalami demam di suatu desa di Trinidad dan Tobago bernama Vega de Oropouche, dekat Sungai Oropouche.

    Berdasarkan informasi dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (Centers for Disease Control and Prevention/CDC), wabah virus Oropouche telah tercatat terjadi di Brasil, Panama, dan Peru sebelum tahun 2000.

    Dalam kurun waktu 25 tahun terakhir, infeksi juga telah ditemukan di sejumlah negara lain di kawasan Amazon termasuk Bolivia, Kolombia, Ekuador, Guyana Prancis, Panama, dan Peru. serta Haiti; dimana satu anak dilaporkan terinfeksi pada tahun 2014.

    Pada akhir tahun 2023, virus Oropouche telah teridentifikasi sebagai penyebab wabah besar di daerah endemik serta wilayah baru di Amerika Selatan. Pada bulan Juni 2024, Kuba melaporkan kasus pertama yang dikonfirmasi dari infeksi virus Oropouche.

    Baca Selengkapnya, Gejala yang Ditimbulkan oleh Virus Oropouche Mirip dengan Demam Berdarah

    Gejala yang Ditimbulkan oleh Virus Oropouche Mirip dengan Demam Berdarah

    Gejala infeksi virus Oropouche memiliki kesamaan dengan gejala demam berdarah (DBD), chikungunya, Zika, dan malaria.

    Masa inkubasi untuk penyakit ini diperkirakan berlangsung antara 3 hingga 10 hari. Umumnya, infeksi dimulai dengan demam mendadak berkisar antara 38-40°C disertai sakit kepala yang sering kali parah, menggigil, mialgia, dan artralgia.

    Kemudian akan muncul tanda dan gejala lain seperti fotofobia (sensitivitas mata terhadap cahaya), pusing, nyeri retroorbital atau di sekitar mata, mual serta muntah, atau ruam makulopapular yang biasanya dimulai dari area batang tubuh.

    Selain itu terdapat juga beberapa gejala kurang umum lainnya termasuk injeksi konjungtiva, diare, nyeri perut parah, serta gejala hemoragik seperti epistaksis, perdarahan gingiva, melena, menorrhagia, dan petechiae.

    Secara umum, durasi gejala akibat virus Oropouche cenderung berlangsung kurang dari satu minggu (antara 2 hingga 7 hari). Namun demikian pada sekitar 60% pasien dapat muncul kembali gejala beberapa hari atau bahkan beberapa minggu kemudian.

    Diagnosis awal untuk penyakit ini umumnya berdasarkan pada evaluasi klinis pasien sendiri ditambah informasi tentang lokasi potensial penularan infeksi—termasuk tempat dan tanggal perjalanan—serta aktivitas-aktivitas berisiko terkait paparan juga diperhatikan.

    Baca Selengkapnya, Kemungkinan Mewabahnya Virus Oropouche di Indonesia

    Selain itu bukti adanya virus dapat dideteksi dalam sampel serum selama minggu pertama infeksi. Virus ini relatif mudah dibiakkan pada beberapa hari pertama setelah terjadinya infeksi namun biasanya tidak lagi terdeteksi setelah hari kelima.

    Namun, perlu dicatat bahwa RNA virus dapat terdeteksi selama beberapa hari setelah keberadaan virus tersebut telah hilang. Menjelang akhir minggu pertama penyakit, tubuh mulai memproduksi antibodi IgM yang kemudian diikuti oleh pembentukan antibodi IgG.

    Kemungkinan Mewabahnya Virus Oropouche di Indonesia

    Dicky Budiman, seorang pakar epidemiologi dari Universitas Padjadjaran dan Universitas Griffith Australia, menyatakan bahwa virus Oropouche memiliki potensi untuk mewabah di Indonesia.

    Dia menjelaskan bahwa kemungkinan wabah ini juga ada di negara-negara tropis lainnya dalam kawasan ASEAN, terutama di area dengan populasi nyamuk liar yang tinggi. Meski demikian, ia menekankan bahwa risiko penyebaran luas hingga menjadi pandemi sangat kecil.

    “Potensi mewabah ini ada di negara-negara tropis lain di ASEAN dan Indonesia tentu ada, juga cukup besar. Namun ini umumnya masih di wilayah-wilayah yang dekat dengan habitat liar atau di hutan, perkampungan, daerah tinggi nyamuk,” ucapnya dalam detikHealth, dikutip Selasa (30/7/2024).

    “Ini penyakit yang ditularkan nyamuk. Jadi tidak ada penularan antar manusia. Potensi jadi pandemi kecil bahkan bisa dikatakan tidak ada,” imbuhnya.

    Di sisi lain, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) merekomendasikan agar individu mengambil langkah-langkah pencegahan untuk menghindari gigitan serangga dan nyamuk sebagai cara terbaik melindungi diri dari virus Oropouche, mengingat saat ini belum tersedia vaksin untuk mencegah penyakit tersebut.