Meskipun jarak antara Dusun Legetang dan Gunung Pengamun-amun mencapai ratusan meter, anehnya parit di bawah lereng gunung tidak terkena oleh longsoran tanah tersebut.
Oleh karena itu, tidak mengherankan jika warga sekitarnya mewariskan cerita mengenai ‘tanah terbang’ dari Gunung Pengamun-amun yang menimbun Dusun Legetang kepada generasi selanjutnya.
Menurut H Mad Toyib, seorang warga Kepakisan RT 02 RW 02 desa Kepakisan, peristiwa longsor ini terjadi pada malam hari pertengahan April 1955. Pada waktu itu, Indonesia baru saja memasuki usia kemerdekaan yang ke-10 dan mengalami kesulitan ekonomi, dikenal dengan istilah Sensus (adol seng dienggo ngisi usus).
Namun berbeda dengan Dusun Legetang kaya akan hasil pangan. Tiba-tiba pada pukul 23.00 WIB terjadi longsor dari Pegunungan Pengamun-amun di sisi barat dusun yang menutupi kawasan tersebut.
Toyib yang saat kejadian berusia 11 tahun, menjelaskan bahwa kejadian tersebut benar-benar tak diduga oleh warga karena longsoran melompati dan menerjang pekarangan Dusun Legetang.
Baca Selengkapnya, Pages / Halaman 2
Cerita yang beredar di masyarakat setempat menggambarkan adanya praktik molimo khusus madon (main wanita) dan main (judi).
“Kalau minum kan katanya, arak. Kalau arak, orang nggak kuat beli saat itu,” jelasnya.
Toyib menceritakan bahwa pada masa tersebut kehidupan warga Dusun Legetang seolah tanpa agama dan akhlaknya tidak mencerminkan ajaran Islam. Sebelumnya, penduduk Dusun Legetang adalah para petani yang sukses serta makmur secara finansial, sehingga mereka tidak mengalami kekurangan berkat hasil panen yang melimpah.
Bahkan meski daerah lain menghadapi gagal panen, hal itu tidak berlaku bagi Dusun Legetang yang selalu dipenuhi hasil berkualitas baik dibanding wilayah lainnya. Namun sayangnya, kondisi kesejahteraan tersebut justru membuat mereka kurang bersyukur atas karunia Allah Ta’ala; banyak di antara mereka terjerumus dalam berbagai kemaksiatan.
Menurut cerita warga setempat, setiap malam berlangsung tarian erotis oleh penari perempuan yg sering kali berujung pada perzinahan. Suatu malam saat hujan deras mengguyur dusun dan masyarakat tengah tenggelam dalam suasana maksiat tersebut datanglah suara gemuruh seperti benda berat jatuh dari langit.
Baca Selengkapnya, Pages / Halaman 3
Dusun yang semula berupa lembah kini rata dengan tanah dan berganti menjadi gundukan mirip bukit. Demikian siapapun tinggal disana tak selamat dari bencana tersebut. Gegerlah kawasan Dieng.Setidaknya andai Gunung Pengamun-amun sekadar longsor maka dampaknya hanya akan menimpa area bawahnya saja.
Namun, peristiwa ini bukanlah akibat longsornya gunung. Di antara Dukuh Legetang dan Gunung Pengamun-amun terdapat sungai serta jurang yang saat itu masih ada. Dengan demikian, bagian dari gunung tersebut terangkat dan melintasi sungai serta jurang sebelum akhirnya jatuh menimpa Dukuh Legetang.
Referensi: