Category: DKPP

  • Tanggapan Anies soal DKPP Sanksi Ketua KPU dan Jajarannya: Becik Ketitik Ala Ketara

    Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Ketua dan Anggota KPU RI dalam proses pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden.
    Capres Anies Baswedan berkunjung ke Lunpia Cik Me Me di Semarang, Senin (5/2/2024). Foto: Angling Adhitya Purbaya/detikJateng
    SAFAHAD Technology – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Ketua dan Anggota KPU RI dalam proses pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden. Calon Presiden (Capres) nomor 01, Anies Baswedan menanggapi hal itu dengan peribahasa Jawa.

    “Prinsip yang kita semua sadari sejak lama. Becik ketitik ala ketara, leres mboten?” kata Anies saat mengunjungi sentra UMKM dan Kedai Lunpia Cik Me Me di Jalan Gajahmada, Kota Semarang, Senin (1/5/2024).

    Ia kemudian menjelaskan soal peribahasa yang digunakan untuk menjawab pertanyaan wartawan soal langkah DKPP itu. Menurutnya hal baik atau buruk nantinya akan terlihat.




    Becik ketitik ala ketara, semua yang sifatnya baik nantinya akan terlihat, semua yang sifatnya buruk nantinya akan terlihat. Dan kami berulang kali menyampaikan pentingnya menjaga etika dan jangan dianggap enteng,” ujarnya.

    Anies juga memberikan apresiasi terhadap langkah DKPP tersebut. Menurutnya peristiwa itu bisa jadi pelajaran agar tidak lagi terulang.

    “Karena itu saya sampaikan apresiasi pada DKPP yang sudah berani mengungkap yang senyata-nyatanya. Dan ini sekaligus juga pengingat, ini adalah alarm, sembilan hari lagi pemilu, jangan sampai nanti di hari pemilu dan setelah hari pemilu muncul masalah seperti ini lagi.


    Karena tidak ada yang bisa disembunyikan lagi. Yang tadi saya sampaikan, becik ketitik ala ketara. Jadi ini peringatan bagi semua jangan ada pelanggaran,” tegas Anies.

    Selanjutnya, Lalu kampus-kampus sudah menyuarakan tentang dilucutinya demokrasi…

    “Lalu kampus-kampus sudah menyuarakan tentang dilucutinya demokrasi, direndahkannya etika, ini sudah saatnya kita berhenti sejenak mengkoreksi apa yang sedang terjadi,” imbuhnya.

    Ketika ditanya terkait apakah Ketua KPU, Hasyim Asy’ari perlu dipecat, Anies menjawab DKPP yang lebih mengerti hal itu.

    “Itu (pemecatan), DKPP pasti lebih tahu,” katanya.

    Sumber: https://www.detik.com/jateng/berita/d-7179126/dkpp-sanksi-ketua-kpu-dan-jajarannya-anies-becik-ketitik-ala-ketara

  • Pakar Buka Suara tentang Putusan DKPP dan Pencalonan Gibran

    Uceng menilai putusan DKPP itu sudah sangat terlambat jika mengacu pada regulasi berlaku menyangkut pembatalan pencalonan.
    Pakar hukum tata negara Zainal Arifin Mochtar alias Uceng menyebut putusan DKPP soal pelanggaran etik Ketua KPU tak berdampak pada legalitas pencalonan Gibran di Pilpres 2024. (CNN Indonesia/Andry Novelino)
    SAFAHAD Technology – Pakar hukum tata negara Zainal Arifin Mochtar alias Uceng menyebut putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terkait pelanggaran etik Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari dan enam anggotanya tak bisa menganulir keikutsertaan atau pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres di Pilpres 2024.

    Uceng menilai putusan DKPP itu sudah sangat terlambat jika mengacu pada regulasi berlaku menyangkut pembatalan pencalonan.

    “Pemilu tinggal sembilan hari, padahal untuk mengubah itu kan sudah enggak mungkin. Sekurang-kurangnya 60 hari kan sebenarnya kalau kita pakai undang-undang dan PKPU bahkan kalau kandidat meninggal kan udah enggak bisa diganti tuh, kalau H-60,” kata Uceng ditemui di Kampus UII Cik Di Tiro, Kota Yogyakarta, Senin (5/2).




    Selain itu, lanjut Uceng, saat ini tak ada konteks aturan menyangkut implikasi dari temuan-temuan pelanggaran etik ini. Salah satu contohnya adalah Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang meloloskan Gibran sebagai peserta Pilpres.

    “Kita tidak punya konteks aturan implikasi yang jelas dari pelanggaran etik itu dikonversi menjadi apa implikasi hukumnya,” imbuh Uceng.

    Bagaimanapun, Uceng melihat putusan DKPP ini mampu menjadi sandaran bagi masyarakat pemilih untuk tak mencoblos kandidat yang cacat secara etik.

    Selanjutnya, Ketimbang menunda pemilu yang dampaknya tak kalah memusingkan

    Ketimbang menunda pemilu yang dampaknya tak kalah memusingkan, Uceng memilih menjadikan tanggal 14 Februari 2024 besok sebagai ‘hari penghakiman’ bagi peserta pilpres yang pencalonannya diwarnai pelanggaran etik.

    Uceng menyebut menunda waktu pemilu sama saja memperpanjang masa jabatan Jokowi, sehingga harus mengubah UUD NRI 1945.

    “Saya kira ya satu-satunya mengkonversi dari pelanggaran etik itu menjadi penghukuman di bilik suara sementara waktu sembari memang ke depan saya kira memang ada kewajiban besar untuk memperbaiki mulai dari impeachment-nya, membincangkan presiden, kemudian termasuk menjaga kepesertaan-kepesertaan kepemiluan seperti ini,” papar Uceng.

    “Karena memang kita udah teriakkan cukup cukup lama sebenarnya Undang-undang 7 2017 ini enggak lengkap, enggak bagus. Tapi, kemudian partai politiknya malah sepakat waktu itu kan, mereka malah sepakat untuk menggunakan undang-undang yang sama untuk Pemilu 2024. Padahal kita tahu alasan itu pun agak politis,” sambung Uceng.

    DKPP sebelumnya memberikan sanksi peringatan keras kepada Ketua KPU Hasyim Asy’ari dan enam anggotanya lantaran menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres di Pilpres 2024.

    Pemberian sanksi dibacakan Ketua DKPP RI Heddy Lugito dalam sidang 135-PKE-DKPP/XXI/2023, 136-PKE-DKPP/XXI/2023, 137-PKE-DKPP/XXI/2024, dan 141-PKE-DKPP/XXI/2023. Semua perkara tersebut mempersoalkan pendaftaran Gibran sebagai cawapres.

    Selanjutnya, DKPP maupun Bawaslu telah menyatakan bahwa putusan ini tidak mempengaruhi pencalonan Gibran Rakabuming Raka

    Kendati, baik DKPP maupun Bawaslu telah menyatakan bahwa putusan ini tidak mempengaruhi pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) di Pilpres 2024.

    “Enggak ada kaitannya dengan pencalonan juga, ini murni soal etik, murni soal etik penyelenggara pemilu,” kata Ketua DKPP Heddy Lugito saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (5/2).

    Dia mengatakan keputusan atau vonis dari DKPP itu tidak bersifat akumulatif, sehingga perkara pengaduan Ketua KPU itu berbeda dengan perkara pengaduan yang lainnya. Menurutnya putusan itu pun tidak membatalkan pencalonan Gibran sebagai calon wakil presiden.

    Sumber: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20240205190621-617-1058988/pakar-buka-suara-soal-putusan-dkpp-dan-pencalonan-gibran

  • Putusan DKPP Sanksi Peringatan Keras untuk KPU, Apa Artinya?

    Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memberikan sanksi peringatan keras kepada Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari dan enam anggotanya.
    Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Heddy Lugito mengetuk palu vonis terhadap Ketua KPU Hasyim Asy’ari terkait penerimaan pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres. (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)
    SAFAHAD Technology – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memberikan sanksi peringatan keras kepada Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari dan enam anggotanya.

    Sanksi diberikan lantaran KPU menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden (cawapres) di Pilpres 2024 tanpa mengubah PKPU terlebih dahulu terkait syarat usia capres cawapres usai keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi nomor 90 tahun 2023.

    Pemberian sanksi dibacakan oleh Ketua DKPP RI Heddy Lugito dalam sidang 135-PKE-DKPP/XXI/2023, 136-PKE-DKPP/XXI/2023, 137-PKE-DKPP/XXI/2024, dan 141-PKE-DKPP/XXI/2023. Semua perkara tersebut mempersoalkan pendaftaran Gibran sebagai cawapres.




    “Menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim Asy’ari selaku teradu satu, selaku ketua merangkap Anggota Komisi Pemilihan Umum berlaku sejak keputusan ini dibacakan,” kata Heddy pada, Senin (5/2).

    DKPP menyatakan Ketua KPU dan enam anggotanya yaitu Yulianto Sudrajat, August Mellaz, Betty Epsilon Idroos, Idham Holik, Muhammad Afifuddin, dan Parsadaan Harahap telah melanggar beberapa pasal dalam Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Penyelenggara Pemilu.

    Beberapa pasal yang dilanggar di dalam Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 itu yakni Pasal 11 huruf a dan huruf c, Pasal 15 huruf c serta Pasal 19 huruf a.

    Selanjutnya, Pasal 11 huruf a berbunyi:

    Pasal 11 huruf a berbunyi:

    “Dalam melaksanakan prinsip berkepastian hukum, Penyelenggara Pemilu bersikap dan bertindak: melakukan tindakan dalam rangka penyelenggaraan Pemilu yang secara tegas diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan”

    Huruf c berbunyi:

    “…melakukan tindakan dalam rangka penyelenggaraan Pemilu, dan menaati prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan”

    Pasal 15 huruf c berbunyi:

    “Dalam melaksanakan prinsip profesional, Penyelenggara Pemilu bersikap dan bertindak: melaksanakan tugas sesuai jabatan dan kewenangan yang didasarkan pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, undang-undang, peraturan perundang-undangan, dan keputusan yang berkaitan dengan penyelenggaraan Pemilu;”

    Adapun Pasal 19 huruf a:

    “Dalam melaksanakan prinsip kepentingan umum, Penyelenggara Pemilu bersikap dan bertindak: menjunjung tinggi Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan peraturan perundang-undangan;”

    Apa arti peringatan keras yang diberikan DKPP ke KPU?

    Dikutip laman DKPP, peringatan keras merupakan salah satu sistem sanksi etika yang bisa dilakukan oleh DKPP pada terlapor yang terbukti melakukan pelanggaran dalam kebijakan pemilu.

    Selanjutnya, Terdapat dua mekanisme yang bisa dipilih oleh DKPP dalam pemberian sanksi etik

    Terdapat dua mekanisme yang bisa dipilih oleh DKPP dalam pemberian sanksi etik, yakni sanksi yang bersifat membina atau mendidik dan sanksi yang bersifat berat. Peringatan keras termasuk pada sanksi yang bersifat membina atau mendidik.

    Meski begitu, peringatan keras merupakan bentuk paling berat dari sanksi yang bersifat membina atau mendidik. Karena sanksinya tertulis, terdokumentasi, dan tersebar secara terbuka untuk khalayak yang luas.

    Sanksi yang paling ringan dari sanksi yang bersifat membina atau mendidik adalah hanya berupa peringatan atau teguran.

    Selain itu, terdapat pula kategori sanksi yang bersifat berat. Sanksi dalam kategori ini berbentuk pemberhentian pelanggar baik sementara maupun tetap. Sanksi tipe ini ditujukan untuk pembersihan nama baik institusi serta menjaga kepercayaan masyarakat.

    Kendati demikian DKPP menegaskan putusan terkait pelanggaran etik tersebut tak mempengaruhi penetapan pencalonan Gibran Rakabuming Raka.

    “Enggak [terdampak putusan DKPP]. Ini kan murni putusan etik enggak ada kaitannya dengan pencalonan. Enggak ada,” kata Heddy.

    “Enggak ada kaitannya dengan pencalonan juga. Ini murni soal etik. Murni soal etik penyelenggara pemilu. Jadi enggak ada kaitan,” imbuhnya.

    Bukan sekali ini, sebelumnya Hasyim Asyari pernah dijatuhi peringatan keras pada oleh DKPP pada 25 Oktober 2023 lalu.

    Sanksi tersebut dijatuhkan lantaran Hasyim melanggar kode etik dan pedoman penyelenggara pemilu dalam penyusunan regulasi yang mengatur cara menghitung kuota bakal calon anggota legislatif perempuan minimal 30 persen.

    Sumber: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20240205163947-617-1058931/apa-maksud-sanksi-peringatan-keras-dkpp-untuk-kpu

  • DKPP Putuskan Pelanggaran Etik, Pengadu minta KPU Diskualifikasi Gibran

    Secara moral legitimasi KPU telah mengalami kehancuran di mata publik dan untuk mengembalikan legitimasinya itu
    Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka di Kawasan Gatot Soebroto, Jakarta, Senin (5/2/2024). Nasib Gibran setelah putusan DKPP.(KOMPAS.com/Rahel)
    SAFAHAD Technology – Pengadu dalam putusan DKPP soal pelanggaran etik pencalonan Gibran Rakabuming Raka di KPU, Petrus Selestinus, meminta supaya lembaga penyelenggara pemilu itu mendiskualifikasi pencalonan putra sulung Presiden Joko Widodo itu dari Pilpres 2024 yang tinggal berjarak 9 hari.

    “Secara moral legitimasi KPU telah mengalami kehancuran di mata publik dan untuk mengembalikan legitimasinya itu, maka KPU RI tidak punya pilihan lain selain harus berjiwa besar mendeklarasikan sebuah keputusan progresif,” kata Petrus ketika dikonfirmasi Kompas.com, Senin (5/2/2023).

    “Pertama, mendiskualifikasi pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai peserta Pilpres 2024,” ujarnya.




    Kedua, menurut Petrus, KPU harus memerintahkan Koalisi Indonesia Maju (KIM) mengajukan calon pengganti capres-cawapres tanpa Prabowo-Gibran.

    Ia juga mengungkit bahwa pencalonan Gibran sebelumnya melibatkan pelanggaran etika berat eks Ketua Mahkamah Konstitusi yang notabene pamannya, Anwar Usman.

    “Ketiga, menunda penyelenggaran Pemilu dalam waktu 2 x 14 hari terhitung sejak tanggal 14 Februari 2024 agar partai KIM mengajukan calon presiden dan calon wakil presiden pengganti, akibat diskualifikasi terhadap capres-cawapres Prabowo-Gibran,” kata dia.

    Selanjutnya, Petrus menekankan, putusan DKPP menempatkan Gibran maju sebagai cawapres melalui perbuatan melanggar etika

    Petrus menekankan, putusan DKPP menempatkan Gibran maju sebagai cawapres melalui perbuatan melanggar etika, sehingga tidak layak dan pantas mendampingi Prabowo.

    Mantan Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Muhammad, menyebut bahwa DKPP sebenarnya bisa saja membuat pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden ditinjau ulang melalui putusannya pagi ini.

    Dalam putusan pagi tadi, seluruh komisioner KPU RI dinilai melanggar kode etik karena memproses pendaftaran Gibran sebagai cawapres tanpa mengubah syarat usia minimum capres-cawapres pada Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023.

    DKPP menegaskan, putusan itu hanya berlaku secara etik untuk para komisioner teradu, dan tidak berdampak secara hukum pada pencalonan Gibran.

    “Kalau misalnya DKPP-nya progresif, dia bisa saja meminta KPU melakukan koreksi terhadap proses-proses yang dilakukan. Tapi dalam putusan itu kan tidak dilakukan,” ujar Muhammad kepada Kompas.com, Senin (5/2/2024).

    “Kita berharap putusan etik itu sebenarnya bisa dipedomani sebagai rambu-rambu kalau ada yang tidak tertib hukum ya. Karena ini kan tidak tertib hukum–dengan penjatuhan sanksi ini KPU tidak tertib hukum. Tapi, putusan DKPP rupanya tidak masuk (ke sisi hukum),” ungkapnya.

    Selanjutnya, sifat putusan DKPP final dan mengikat

    Muhammad menambahkan, sifat putusan DKPP final dan mengikat. Para teradu tidak bisa meninjau kembali putusan itu. Mereka harus melaksanakan putusan DKPP.

    “Apakah kemudian ada dampak terhadap pencalonan Gibran, ya sepanjang di putusan DKPP tidak disebutkan bahwa pencalonan Gibran bermasalah dan harus dikoreksi, ya tidak ada dampaknya,” kata Muhammad.

    Sumber: https://nasional.kompas.com/read/2024/02/05/19313941/dkpp-putuskan-pelanggaran-etik-pengadu-minta-kpu-diskualifikasi-gibran